BEBERAPA CARA BERDIALOG DENGAN JIN
Banyak
buku-buku atau kaset-kaset yang judul covernya tentang “Dialog dengan
Jin”. Di antaranya; Dialog dengan Jin Muslim oleh Muhammad lsa Daud,
Dialog dengan Jin Kafir oleh Muhammad ash-Shayim. Atau kaset yang
judulnya “Dialog dengan raja jin”. Sebagaimana juga kita sering
mendengar cerita seorang kyai, ustadz atau tokoh agama, serta orang yang
mengaku sebagai ahli spiritual mampu berkomunikasi dengan jin. Bahkan
di antara mereka ada yang mengaku berkoalisi dengan jin dan ada juga
yang mengaku punya piaraan jin. Yang jadi pertanyaan adalah, “Bagaimana
cara mereka bisa berkomunikasi dengan jin atau menjadikannya sebagai
patner, dan bolehkah kita percaya pada omongan jin???”.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya dialog antara manusia biasa (bukan nabi atau rasul) dengan jin.
Pertama,
jin datang sendiri kepada manusia dengan menampakkan diri dan
menyerupai sosok tertentu sehingga bisa dilihat oleh manusia dan
berdialog dengannya. Seperti penampakan lblis di kalangan orang kafir
Quraisy di Darun Nadwah lalu terjadi dialog di antara mereka (Tafsir
lbnu Katsir: 2/379). Penampakan lblis di tengah pasukan kafir Quraisy
saat mau berkecamuk Perang Badar lalu terjadi dialog di antara mereka
(Tafsir lbnu Katsir: 2/317). Penampakan syetan sebagai sosok manusia di
gudang zakat lalu terjadi dialog dengan penjaganya, Abu Hurairah (HR.
Bukhari). Penampakan jin di rumah Ubay bin Ka’ab lalu terjadi dialog
antara keduanya (HR. Nasa’i). Dan ada juga orang-orang pada masa
sekarang yang melihat penampakan, lalu mereka berdialog dengan ‘sosok
misteri itu’, lalu sosok itu menghilang. Syari’at lslam telah
membenarkan proses terjadinya dialog antara manusia dengan iin yang
menampakkan diri.
Kedua,
jin datang ke manusia tanpa menampakkan diri. La datang hanya dengan
suara dan bisikan, dan ini adalah termasuk bentuk gangguan syetan.
Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW, “Syetan akan mendatangi salah
seorang dari kalian seraya bertanya, ‘Siapa yang menciptakan ini? Siapa
yang menciptakan ini?’ sampai pada pertanyaan, ’Siapa yang menciptakan
Allah?’ Barangsiapa mendapati dalam dirinya pertanyaan tersebut, maka
berlindunglah kepada Allah (baca lsti’adzah), dan hendaklah
menghentikannya (mengakhirinya),” (HR. Bukhari).
Begitu
juga kedatangan syetan ke dukun-dukun untuk memberikan kepada mereka
informasi, bisikan atau wangsit. Aisyah berkata, “Orang-orang datang ke
Rasulullah dan bertanya tentang dukun-dukun’. Rasulullah SAW menjawab,
‘Mereka itu tidakada apa-apanya’. Lalu ada yang berkata: ‘Wahai
Rasulullah, sesungguhnya mereka kadang-kadang memberitahu kepada kami
berita (ramalan) yang benar-benar terjadi’. Rasulullah menjawab, ‘Berita
itu bersumber dari kebenaran yang telah dicuri Jin, kemudian
disampaikan ke telinga walinya (para dukun). Tapi jin telah mencampur
kebenaran dengan seratus kebohongan”. (HR. Bukhari). Mantan dukun yang
sudah taubat di hadapan Rasulullah pernah ditanya oleh Umar bin
Khatthab, “Apakah jin perewanganmu masih mendatangimu?” Dukun yang sudah
taubat itu menjawab, “Sejak saya rajin membaca al-Qur'an, dia tidak
pernah datang lagi. Sebaik-baik pengganti adalah al-Qur’an.” (A’lamun
Nubuwwah: 127).
Ketiga, jin tidak datang dengan sendirinya tapi didatangkan atau diundang.
Diundang dengan membaca mantra atau melakukan ritual-ritual menyimpang.
Cara inilah yang biasanya dipakai oleh dukun, tukang sihir, tukang
ramal atau orang-orang yang sejenis mereka. Setelah mereka membaca
mantra atau melakukan ritual menyimpang, jin yang dimaksud akan datang.
Kedatangannya bisa berbentuk penampakan atau hanya berupa suara saja,
sebagaimana yang pernah diceritakan mantan dukun yang telah bertaubat ke
Majalah Ghoib. Setelah jinnya datang, terjadilah dialog antara dia
dengan si pengundang. Biasanya orang yang mengundang jin dengan cara
seperti ini butuh bantuan dari jin tersebut, dan banyak ragam bantuan
yangmereka butuhkan. Koalisi seperti ini dilarang oleh syari’at lslam
dan merupakan kesyirikan. Allah berfirman, “Dan bahwasanya ada
beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada
beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-iin itu menambah bagi mereka
dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin: 6).
Keempat, dialog dengan cara mediumitasi. Cara ini ada dua macam.
Pertama,
dengan menghadirkan seorang manusia, lalu ia melakukan ritual (gerakan)
atau baca mantra untuk mengundang jin yang dimaksud, agar masuk ke
jasad manusia yang disiapkan untuk jadi mediator. Lalu terjadilah dialog
antara pengundang dengan jin melalui mediator tersebut. Cara ini tidak
dibenarkan syari’at dan juga tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW, dan
biasanya ada unsur kesyirikan di dalamnya. Karena yang hadir ke mereka
bisa dipastikan adalah jin jahat atau syetan, kalau pun ia muslim,
biasanya muslim yang munafik. Sedangkan jin muslim shalih tidak akan
memperdaya manusia atau menyeret mereka ke lembah dosa. lngat! misi
utama syetan adalah menyesatkan manusia. Mereka tidak membantu manusia
kecuali untuk menyesatkan manusia tersebut.
Kedua,
adalah menggunakan orang yang kesurupan. Ada orang yang diganggu jin
atau kesurupan, lalu dilakukan terapi ruqyah padanya, dan saat ruqyah
dibaca, terkadang jinnya mau berbicara atau berdialog dengan manusia
lewat mulut orang yang terganggu. Kalau ruqyahnya syirkiyyah (bermuatan
syirik), maka lslam mengharamkannya. Tapi kalau ruqyahnya syar’iyyah se
bagai mana yang pernah dilakukan Rasulullah SAW, maka hal itu
dianjurkan. Apabila dengan dibacakan ayat dan do’a Rasulullah, jin yang
di dalam tubuh orang tersebut bereaksi dan mau berbicara, maka
terjadilah dialog. Tapi kalau tidak mau berbicara atau
berdialog, kita tidak boleh memaksanya. Apalagi melakukan tindak
kekerasan seperti memukul atau menendangnya agar ia mau bicara. Bacalah
ruqyah terus-menerus, sampai jin itu teriak atau merasa kesakitan, lalu
kabur dari badan orang tersebut. Kalaupun tidak terlihat reaksi yang
berarti, janganlah putus asa. Berdo’alah terus kepada Allah agar
gangguan yang ada segera dihilangkan atau disembuhkan.
Syekh
Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata: “... Saat jin atau syetan itu
masuk dalam diri manusia terkadang ia berbicara melalui lisan orang
tersebut. Orang di sekitarnya yang mendengar ucapan itu mengetahui bahwa
yang berbicara itu bukanlan manusia yang kesurupan, tapi jin yang ada
di dalam dirinya. Maka dari itu terkadang kita menjumpai dalam
Perkataannya itu berbeda dengan perkataan orang yang sebenarnya saat ia
tersadar, perbedaan itu terjadi karena yang berkata adalah jin melalui
lisan orang tersebut. Kita memohon kepada Allah semoga Dia melindungi
kita semua dari gangguan kesurupan semacam itu dan juga bencana lainnya.
Kesurupan seperti itu pengobatannya melalui bacaan (ruqyah) dari orang
yang baik, alim dan shalih. Kadang-kadang jin tersebut mau berbicara dan
memberi tahu mereka tentang sebab manusia itu kesurupan, tapi terkadang
juga ia tutup mulut. Dan kebenaran dari merasuknya iin ke tubuh manusia
telah ada dalilnya dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta realita yang
terjadi.” (Syarhu Riyadhish Shalihin: I/177 - 178).
Yang
perlu dicatat dalam masalah yang berkaitan dengan dialog dengan jin
saat melakukan ruqyah adalah: Jangan berlebihan dalam melontarkan materi
pertanyaan, seperti tanya soal jodoh, rizki atau prilaku seseorang.
Karena hal itu adalah urusan Allah, bukan urusan jin. Fokuslah pada hal
yang berkaitan dengan proses terapi. Berikanlah nasehat agama kepadanya
agar ia bertaubat kepada Allah dan tidak melakukan kedzaliman lagi.
Kalau ia mengaku agamanya non muslim, ajaklah ia masuk lslam. Kalau ia
masuk lslamnya pura-pura, itu bukan urusan Anda, Allah yang Maha Tahu,
yang penting kita sudah menyampaikan kebenaran. Kalau ia mengaku
masuknya melalui sihir, tanyakan di mana letak sihirnya. Tapi
waspadalah! Bisa jadi ia membohongi Anda. Timbanglah dengan al-Qur’an
dan al-Hadits, atau konfrontasikan dengan realita yang ada. Jangan
langsung percaya omongan mereka. Apalagi kalau dia menyebutkan pelaku
sihirnya. Kalau tidak ada bukti, jangan terprovokasi!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar